Selasa, 30 Desember 2014

TUGAS 4 Etika Bisnis " Moralitas Koruptor "

Moralitas Koruptor
Abstraksi

            Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terusmeningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara. Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi sudah membudidaya.
            Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apa itu korupsi dan apa penyebab koru[si bisa terjadi? Serta bagaimana langkah-langkah dalam pemberantasan korupsi ? Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak memperhatikan etika berbisnis dengan melakukan kasus korupsi dalam hal penggelapan pajak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Korupsi bukan barang baru di Indonesia. Sejak zaman VOC sampai bubarnya VOC karena korupsi, korupsi sudah lama dikenal. Upeti dizman kerajaan dimasa lalu adalah sa;ah satu bentuk korupsi. Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu. Ini merupakan suatu budaya yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak. Untuk merubah itu semua perlu dicari sebab-sebab dan bagaimana untuk mengatasinya. Penyebab utama adanya korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui penegakan hukum itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam kesempatan ini berkeinginan untuk meneliti tentang korupsi dan strategi pemberantasannya.
1.2 Perumusan masalah
            Supaya lebih terarah maka obyek penelitian korupsi dan upaya pemberantasannya difokuskan pada perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2. Faktor penyebab adanya korupsi ?
3. Bagaimana cara pemberantasan korupsi
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab berakarnya KKN di Indonesia
3. Untuk mengetahui langkah-langkah / strategi dalam pemberantasan korupsi
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dibidang ilmu hukum.
2. Sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya.
3. memberikan masukan bagi berbagai pihak yang berhubungan dengan langkah – langaka insentif pemberantasan korupsi.
1.4 Kerangka pemikiran
            Korupsi bukan barang baru di Indonesia. Sejak zaman VOC sampai bubarnya VOC karena korupsi, korupsi sudah lama dikenal. Upeti dizman kerajaan dimasa lalu adalah sa;ah satu bentuk korupsi.Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu. Ini merupakan suatu budaya yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak.Untuk merubah itu semua perlu dicari sebab-sebab dan bagaimana untuk mengatasinya. Penyebab utama adanya korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui penegakan hukum itu sendiri.
1.5 Metode penelitian
            Metode pendekatan yuang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pendekatan doktrinal.Hal ini dikarenkan dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah yang mengatur kehidupan dalam masyarakat.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Moral dan Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya.
Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
2.2 Pengertian Korupsi
Definisi secara umum dan internasional 
Kata ‘Korupsi’ berasal dari kata asing, yaitu ‘Corrupt’ yang merupakan paduan dari dua kata dalam bahasa latin com (bersama-sama) dan rumpere (pecah/jebol). Pengertian bersama-sama mengarah pada suatu bentuk kerjasama atau suatu perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang kekuasaan. Konotasi bersama-sama bisa dimaksudkan lebih dari 1 orang atau dapat pula dilakukan oleh satu orang yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan orang lain. Tentunya kekuatan atau kekuasaan yang dimaksudkan adalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Mengenai konotasi dari rumpere yang berarti pecah atau jebol merujuk pada pengertian dampak atau akibat dari perbuatan korupsi (bahasa latin lain adalah corruptus). Artinya, tindakan korupsi dapat mengakibatkan kehancuran atau kerugian besar. Inilah yang membedakan pengertian tindak korupsi dengan tindak kriminal biasa seperti pencurian. Tindak pidana pencurian hanya mengakibatkan kerugian sepihak, yaitu kerugian bagi korban, sedangkan korupsi dapat merugikan tidak hanya banyak orang akan tetapi juga negara dalam jumlah besar.        Dari sekian banyak definisi tentang ‘Korupsi’ selalu menganalogkan atau mengkaitkan sebagai bentuk tindakan ilegal atau melanggar hukum, tidak bermoral, dan tidak loyal dari seseorang yang memiliki kekuatan untuk melakukannya. Kekuasaan berupa jabatan atau kedudukan merupakan sarana dan sekaligus alat untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi negara. Defini terkini tentang ‘Korupsi’ saat ini sudah mulai meluas pada cakupan moral. Tindak ‘Korupsi’ bukan hanya sekedar kesempatan untuk memanfaatkan jabatan/posisi, akan tetapi juga peluang untuk mendorong terjadinya tindak “Korupsi’. Apabila definisi tradisional tentang ‘Korupsi’ lebih banyak menyorot aspek pemegang kekuasaan atau seseorang yang memiliki jabatan, maka definisi moderen menyoroti keseluruhan aspek dalam suatu negara yang menyebabkan terjadinya tindak ‘Korupsi’ (Kurer, 2005). Indeks persepsi korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) hanya mengukur tindak ‘Korupsi’ satu arah, yaitu persepsi/penilaian berdasarkan instansi ataupun pejabat yang berwenang. Definisi moderen mengukur dari dua arah, yaitu dari instansi dan masyarakatnya sendiri. Tindak ‘Korupsi’ tidak hanya terjadi karena adanya kesempatan berupa jabatan ataupun kewenangan, akan tetapi juga karena adanya kebutuhan. Pelaku perbuatan yang berakibat dilakukannya tindak ‘Korupsi’ adalah mereka yang mendorong pihak lain yang dapat memanfaatkan jabatan ataupun kewenangannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Hingga sejauh ini, pengawasan ataupun pemantauan terhadap tindak ‘Korupsi’ masih difokuskan pada pihak yang memiliki jabatan atau kewenangan.
Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.

2.1.1 Dampak Negatif Korupsi
1.      Demokrasi
            Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
            Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.  Ekonomi
            Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
            Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
3. Kesejahteraan Umum Negara
            Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
            Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku, referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang moralitas koruptor.

BAB IV
Pembahasan
A. Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?
            Korupsi merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi kebanyakan orang. Kata ini sudah menjadi buah bibir bagi pemberitaan-pemberitaan saat ini. Indonesia salah satu Negara yang termasuk tinggi dalam tingkat korupsinya. Korupsi banyak yang mengartikan bahwa sebuah sogokan atau mengambil yang bukan merupakan haknya, mungkin banyak arti lain dari koupsi. Tetapi, pada intinya korupsi itu merupakan sebuah hal yang dapat merugikan bagi setiap Negara. Untuk mempelajari lebih lanjut, saya akan memberikan sebuah pengertian-pengertian korupsi dari sumber-sumber terpercaya.
B. Apasajakah Faktor penyebab adanya korupsi ?
Faktor penyebab korupsi
1. Korupsi telah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakain berkembang dengan penyebab multi faktor diantaranya:
a. kondisi birokrasi kita berbelit-belit, rumit boros terlalu mahal, tidak efektif dan tidak efisien.
b. Moralitas pribadi pejabat dan masyarakat..
C. Bagaimana Langkah-langkah dalam pemberantasan korupsi?
            Korupsi merupakan penyakit moral, oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang komprehensif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pemberantasan korupsi adalah :
Presiden melalui inpres no 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi menyatakan langkah-langkah efektif dalam memberantas korupsi adalah sebagai :
1. Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-yayasan.
2. Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
3. Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
4. Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
5. Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
6. memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
7. meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
8. meneliti pembayar pajak dan cukai.
Adapun langkah pemberantasan koupsi yaitu dengan cara:[2]
1. Penyesuaian kompetensi dengan jabatan
2. Rasionalisasi jumlah PNS
3. Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan
4. Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan
5. Penonaktifan pejabat yang diduga sedang terlibat KKN
6. Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/ pribadi/ golongan.
Cara lain penanggulangan korupsi adalah dengan menegakkan hukum itu sendiri.Adapun UU yang mengaturnya yaitu:
- Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
- Rumusan RUU KUHP
Tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP ini diatur dalam Bab XXXI, Pasal 681 sampai dengan 690. Tindak pidana korupsi dalam Rancangan KUHPdibagi dalam dua jenis tindak pidana yakni, suap dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Secara garis besar, Rancangan KUHP dalam perumusan pasal-pasalnya mengambil pokok-pokok rumusan tindak pidana dalam Undang-undang Korupsi (Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah mudah untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat negara yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat melainkan juga kepada Tuhan.
Saran
Sebagaimana dipaparkan diatas pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-yayasan.
- Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
- Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
- Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
- Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
- memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
- meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
- meneliti pembayar pajak dan cukai.
- Penyesuaian kompetensi dengan jabatan
- Rasionalisasi jumlah PNS
- Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan
- Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan
- Penonaktifan pejabat yang diduga sedang terlibat KKN
- Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/ pribadi/ golongan
            Hal yang paling mendasar bahwa peran serta dan dukungan keluaga berperan dalam membentuk suatu manusia yang bermoral baik, pelajaran moral banyak terdapat pada agama. Untuk itu mendekatkan diri kepada Tuhan YME demi terjauhnya dari praktik KKN merupakan langkah terbaik dan mendasar dalam membentuk manusia yang bermoral.

Daftar Pustaka
Anonym. Januari-Februari 2005.Newslatter KHN Vol 4 no. 5 hal 19-23.
Thantawi, T.Rifqy.Maret-April 2005.Newslatter KHN Vol 4 no. 6 hal 34
http://rickaastry.wordpress.com/2012/11/05/4-etika-bisnis-korupsi-faktor-penyebab-dan-dampak-korupsi-terhadap-bisnis.

TUGAS 3 Etika Bisnis " Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Praktek Monopoli dan Persaingan usaha yang tidak sehat


ABSTRAK
Effyanti Asti Lestari, 4ea22, 12211327
Etika Bisnis
Kata Kunci : Monopoli , Persaingan usaha

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai"monopolis".
          Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
            Salah satu amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah pembentukan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dengan kewenangan antara lain menerima  laporan tentang dugaan praktik  monopoli atau persaingan usaha tidak  sehat, melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan atau tindakan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian bagi pelaku usaha lain atau masyarakat, sampai dengan kewenangan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli.
  
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang  
            Peluang-peluang usaha yang tercipta selama dasarwarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi.Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut di satu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usahayang tidak sehat.
            Fenomena di atas telah berkembang didukung oleh adanya hubungan saling terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga memperburuk keadaan.Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945, serta cenderung menampakkan corak yang sangat monopolistik.Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan jatah berlebih sehingga, berdampak pada munculnyakesenjangan sosial.
            Muncuhya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupaksn salah satu factor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing. Perkembangan bisnis di Indonesia telah menyebabkan timbulnyakelompok-kelompokraksasa konglomerat. Di samping ada unsur positifnya, perkembangan tersebut telah menimbulkan dampak negative berupa tidak terlindunginya usaha kecil maupun konsumen. Monopoli dan trust telah menjadi masalah yang krusial di negeri ini.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli. Atas dasar uraian-uraian di atas penulis memberanikan diri menulis makalah ini dengan judul “Penerapan Undang-Undang Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia”

      B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut:
1.   Bagaimana larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam perekonomian Indonesia?
            2.   Bagaimana penerapan Undang-undang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak       sehat di Indonesia?

      C.   Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.   Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam perekonomian Indonesia?
            2.   Untuk mengetahui mengenai penerapan Undang-undang larangan monopoli dan    persaingan usaha tidak sehat di Indonesia?


BAB II
LANDASAN TEORI


A. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

            Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
            Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 menyebutkan babwa, "Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha."
Pelaku usaha yaitu, setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum aiau bukan badan hukum yangdidirikan dau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melahi perjanj ian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Yang dimaksud praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yangmengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pernasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat memgikan kepentingan umum.Pemusatan kekuatan ekonomi di sini maksudnya adalah penguasan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaba sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.
            Pelaku usaha yaitu, setiap orang perseorangan dalam badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dm berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanj ian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usahadalam meujalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan carta tidak juju atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

BAB III
Metode Penelitian
a.        Metode Pendekatan
            Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah  pendekatan yuridis empiris karena penulisan ini dimaksudkan untuk membahas secara teoritik mengenai praktek monopoli dan persaingan serta pengaruhnya bagi persaingan usaha serta pengaturannya dalam Undang-undang  Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
b.        Metode Spesifikasi Penelitian
            Penelitian ini bersifat diskriptif analistis karena secara spesifik penelitian ini bertujua memberikan gambaran mengenai praktek monopoli di Indonesia dan pengaruhnya terhadap persaingan usaha serta pengaturannya sebelum dan sesudah lahirnya Udang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga dari analisis ini dapat diperoleh kesimpulan umum mengenai persaingan bisnis yang paling ideal dan tidak mengakibatkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c.         Sumber Data
            Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data primer atau data yang diperoleh langsung dari instansi terkait melalui penelitian lapangan. Sedangkan data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan-bahan hukum primer, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan, serta yurisprudensi,
2. Bahan hukum sekunder, yaitu : buku teks, laporan penelitian, artikel ilmiah, rancangan undang-undang, dan tata statistik,
3. Bahan hukum tersier. Bahan ini dijadikan sebagai pedoman untuk mengkaji bahan primer dan sekunder, yang diperoleh dari kamus, bibliografi dan ensiklopedia22 .

d.        Tehnik Pengumpula Data
       Pengumpulan data untuk penulisan tesis ini dilakukan melalui pengambilan data dari instansi terkait, dan studi kepustakaan, dengan mengkaji sejumlah literatur seperti          peraturan perundang-undangan, buku artikel, makalah, laporan hasil penelitian, majalah dan surat kabar yang berkenaan dengan persaingan bisnis.
e.         Teknik Analisis Data
            Analisa data adalah bagian penting dari penelitian, seringkali peneliti menggunakan kutipan-kutipan dari hasil penelitian terdahulu atau mengutip pendapat para ahli dari buku karya ilmiah sebagai upaya untuk mempertajam analisa yang akan
dikerjakan. Data yang diperoleh dari hasil studi pustaka disusun secara sistematis, sehingga memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan yang diteliti.


BAB VI
Pembahasan

Pengertian Anti monopoli dan Persaingan Usaha
            “Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
            Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
            Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha

            Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan

Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2 adalah :
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1.      Oligopoli
            Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah      sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2.      Penetapan harga
·                     perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.
·                     Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari          harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
·                     Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga          pasar.
·                     Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang       dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya        dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan

3.      Pembagian wilayah
            Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku    usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar          terhadap barang dan atau jasa.
4.      Pemboikotan
            Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang     dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk      tujuan dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5.      Kartel
             Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang           bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu             barang dan atau jasa.       

6.      Trust
            Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan        kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan       atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau          pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.      Oligopsoni
            pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat      mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
            Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha     menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
8.      ntegrasi vertical
            Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan           untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi            barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil     pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9.      Perjanjian tertutup
            Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau        tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada            tempat tertentu
10.  Perjanjian dengan pihak luar negeri
          Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan    usaha tidak sehat.



Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut

Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar.
1.                       Monopoli
            Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau
            nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok          sehingga harganya dapat dikendalikan.
2.      Monopsoni
            Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang            pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
3.      Penguasaan Pasar
            Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun    bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau            persaingan usaha tidak sehat.
4.      Persengkongkolan
            Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
    1.   Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
    2.   Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
    3.   Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat

-          Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
-          Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
-          Efisiensi alokasi sumber daya alam
-          Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim
             ditemui pada pasar monopoli
-          Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
-          Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
-          Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
-          Menciptakan inovasi dalam perusahaan

 Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.  pencabutan izin usaha; atau
b.  larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang- undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.  penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.


Kesimpulan

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Perjanjian yang dilarang dalam Anti monopoli dan persaingan usaha UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk di antaranya sebagai berikut :
-          Oligopoli
-          Penetapan harga
-          Pembagian wilayah
-          Pemboikotan
-          Kartel
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha adalah :
a.  pencabutan izin usaha
b.  larangan kepada pelaku usaha untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
c.  penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

                           2. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha/
http://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-kasus-pt-perusahaan-listrik-negara/